PERJALANAN CINTA NANA SEJIWA (BAGIAN 2 : Anjar)



Nana membungkukkan badan sambil tersenyum dan melambaikan tangan ketika mengantarkan client baru ke pintu keluar. Namun senyumnya berubah ketika dia membalikkan badan dan menuju ke pintu masuk.

“Ada apa sih? Kok murung? Bukannya persentasinya lancar? Mereka nerima perusahaan kita sebagai supplier kan?”. Sambar Kino ketika melihat raut wajah Nana yang berubah.

“Iya setuju, tapi bukan itu yang aku fikirkan,” balas Nana sambil mengkerutkan keningnya.
“Lalu apa?”. Balas Kino

“Iya masa dirimu gak tahu kalau tadi sekretaris client itu ngira aku tukang bikin kopi, dia ga liat name tag aku apa?”. Balas Nana sambil merutuk.

“Apa aku terlihat terlalu jelek ya sampai-sampai dia ngira begitu”. Timpal Nana lagi.

“Udah ah gausah dipikirin, yang pentingkan kerjaan lancar, bakalan dapat bonuskan bulan ini yuhuuu...”. Balas Kino sambil menyodorkan kepalanya ke arah Nana.

“Apaan sih”, balas Nana sambil tersenyum.

“Tuhkan senyum, gitu dong, jangan berfikiran negatif mulu”. Timpal Kino lagi
“Dirimu ke mana malam ini? Aku pengen makan ramen di Kaiten, temenin yook”. Rengek Nana sambil menggandeng tangan Kino.

“Sorry, malam ini aku ga bisa, ada janji sama Susi.” Balas Kino.

“Susa susi susa susi teros, sahabatmu ini apa?”. Balas Nana sambil merengut.

“Makanya cari pacar dong, 7 tahun man menjomblo, mau jadi apa dirimu?” Balas Kino sambil tersenyum.

Nana mengadangkan kepalan tinjunya ke wajah Kino sambil ketawa.
“Lebaran tahun ini dirimu pulang kampung kan?”. Tanya Kino

“Iyalah pulang, mampus deh bakalan dikutuk jadi batu kalau ga pulang”. Balas Nana sambil membuka facebook di komputernya.

“Ngapain sih dirimu?”. Tanya Kino sambil mengarahkan kepalanya ke layar komputer Nana.

“Ini, aku tadi malam sebelum tidur itu mikir-mikir dosa apa yang harus aku tebus ya sebelum puasa tahun ini. Sambil mikir-mikir, aku baru teringat kalau dulu waktu SMP aku pernah ngilangin uang sumbangan buat teman sekelasku”. Balas Nana.

“Kok bisa dirimu hilangin?”, balas Kino.

“Iya, dulu waktu SMP kelas 2 aku kan bendahara di kelas, nah uang sumbangannya itu hilang 50rb, pas disetor ke guruku, dia gak hitung lagi jadinya gak ketahuan, lah aku diam-diam aja”. Balas Nana sambil mengetik password facebooknya.

“Ish, parahlah dirimu, sumbangan apa sih?”. Tanya Kino

“Sumbangan meninggalnya papa seseorang”. Balas Nana lagi.

“Ish hancur kali reputasi manajer kita satu ini ternyata pernah berbuat dosa”. Goda Kino

“Lagian siapa sih di dunia ini yang tidak pernah berbuat dosa?”. Balas Nana sambil memutar bola matanya.

“Namanya siapa? Dirimu ga temenan sama dia di facebook?”. Timpal Kino

“Gak loh, sejak lulus SMP ga pernah komunikasi, ga pernah ketemu, ga temenan di media sosial. Coba aku cari dulu ya, masukin nama lengkapnya di facebook”. Balas Nana sambil tetap fokus ke monitor di depannya.

“Nah dapet, ini dia.” Sambung Nana lagi.

“Wisss, cakep ya Na, siapa namanya? Anjar ya, scroll foto-fotonya Na”. Balas Kino

“Kepo deh”, balas Nana sambil tersenyum.

“Kerja di mana dia?” Tanya Kino

“Kelihatannya di kantor pemerintahan deh”. Balas Nana

“Cakep loh dia”. Balas Kino

“Iya, emang dari dulu kok cakep, baik lagi. Di kelas gak pernah berisik, penurut, duduk paling depan, rapi, baiklah pokoknya”. Balas Nana

“yeeee, suka?”. Balas Kino sambil menyenggol bahu Nana.

“Kalau iya kenape?” Timpal Nana sambil tertawa.

“Ayo Na, langsung aja kirimin pesan, sapa tahu jodoh”. Balas Kino

“Apa siiiih, udah-udah balik sana ke ruanganmu, ganggu iiiih”. Balas Nana sambil mendorong tubuh Kino.




***



Beberapa hari kemudian...

“Tebak, sekarang aku sering watsapan sama siapa?”. Bisik Nana di telinga Kino

“Duuuh, masih pagi loh mbak kenapa sih bisik-bisik?” Timpal Kino

“Ada apa sih?” tambahnya lagi.

“Ayo tebak siapa yang sering watsapan sama aku sekarang, trus tebak siapa yang bakalan 
datang ke rumahku pas lebaran nanti? Hmm...?” Balas Kina sambil nyengir.

“oh, oh aku tahu, aku tahu.”Balas Kino dengan bersemangat

“Anjar? Serius?” Balasnya lagi sambil mengangguk-angguk meminta persetujuan.
“Iya dong”. Balas Nana sambil berlalu pergi

“Cieee, senang tuh nampaknya”. Teriak Kino membalas



***

Saat lebaran...


Nana berdiri di depan cermin. Perasaannya agak gugup, ini pertama kalinya dia akan bertemu dengan Anjar setelah 8 tahun lamanya. Nana memilih kaos longgar warna abu-abu dan rok tutu berwarna hitam. Setelah mengenakan baju, Nana beralih fokus ke wajah. Dia sangat berhati-hati menggunakan alis agar terlihat tidak berlebihan. Sentuhan terakhir di bibir, Nana memilih lip gloss pink yang tidak mencolok agar terlihat lebih natural.

            Sekali lagi Nana melihat dirinya di depan cermin. Dia harus memastikan pakaian dan make upnya terlihat sopan. Lalu Nana berlatih senyum, berlatih berbicara dan menguasai diri. Entah kenapa pertemuan kali ini benar-benar membuat Nana gugup. Padahal seharusnya dia bisa lebih biasa saja.

            Nana melihat jam di dinding kamar “hmm, mungkin 5 menit lagi Anjar sampai” gumam Nana sambil mengingat kalau Anjar sudah menelfon 5 menit yang lalu dan meminta arah jalan.

            Tidak lama kemudian suara salam terdengar dari depan rumah. Nana bergegas keluar kamar dan membuka pintu. “siapa Na?” teriak mama dari dapur. “Teman Nana ma” jawab Nana.

            “Hi Njar”, sapa Nana kepada Anjar sambil tersenyum dan mengulurkan tangan.

            “Assalamualaikum Nana” Balas Anjar sambil tersenyum dan mengatupkan kedua tangan di dada tanda salam dengan lawan jenis. Nana terperangah “Oh iya, waalaikumsalam, silahkan masuk” balas Nana sambil melakukan hal yang sama.

            Pertemuan malam itu berlangsung lama, banyak topik yang mereka bicarakan. Anjar tidak datang sendirian, dia membawa serta pamannya. Mereka bertiga membicarakan banyak hal. Mulai dari kuliah, pekerjaan dan kehidupannya di kota metropolitan. Nana juga baru tahu kalau Anjar sedang dalam tahap skripsi untuk menyelesaikan S1-nya. Nana juga banyak bertanya tentang Ibu dan adik-adik Anjar, ternyata sewaktu papanya meninggal, ibunya harus bekerja dan adiknya nomor 2 di adopsi oleh tantenya yang di Tanjung Pinang dan bersekolah di sana. Hal yang membuat Nana terenyuh, karena berpisah dengan keluarga bukanlah hal yang menyenangkan. Nana membayangkan betapa sulit ditinggal ayah dan melihat ibunya membanting tulang untuk keluarga. “Pekerjaan seperti apa yang dilakukan ibunya” gumam Nana dalam hati.

            Nana memperhatikan setiap detil wajah Anjar dari samping. Alis matanya lebat dan hitam, matanya sangat khas, bulat dan besar. Hidungnya mancung dengan lekukan tulang di tengahnya. Kulitnya putih sekali, melebihi cerahnya kulit Nana. Ketika dia tersenyum, gigi gingsulnya terlihat dan menambah kesan manis di wajahnya. Ah, Nana mengaguminya.


***

            Libur lebaran telah usai. Nana juga sudah kembali bekerja. Tapi kembali dari libur lebaran kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Rasa bahagia sedang menyeruak di dada. Semangat berangkat ke kantor berbeda dari hari-hari biasanya. Daftar lagu di handphone juga telah berubah, semuanya tentang jatuh cinta. Bisa dipastikan hal ini disebabkan kedekatannya dan Anjar.

            Setiap hari mereka saling berkirim pesan. Anjar sering sekali mengirimkan maps location melalui whatsapp kepada Nana. Anjar sering sekali lapor kepada Nana ke manapun dia pergi. Hal ini menambah kebahagiaan Nana karena merasa menjadi tempat lapor oleh Anjar. Nana merasa menjadi orang penting dalam hidup Anjar.

“Apa nih senyum-senyum sendiri, duuuh, lagunya yaa cinta-cintaan semua”. Tegur Kino yang langsung membuyarkan lamunan Nana

“Apa sih?” Balas Nana sambil tersenyum.

“Anjar ya?” Goda Kino lagi

“Kenapa coba dengan Anjar?”. Balas Nana lagi.

“Yakan dirimu lagi deket sama Anjar. Udah ditembak belum?” Tanya Kino

“Hmmm, dia bilang dia gamau pacaran. Tapi kami berdua udah sama-sama bilang suka sih”. Balas Nana dengan yakin.

“Haah? Gimana-gimana?” Jawab Kino dengan ragu.

“Yaaa gitu, kami berdua deket tapi ga pacaran”. Balas Nana

Kino mengerutkan dahi tanda tak setuju dengan hal tersebut. Terbesit keraguan di pikiranya mengenai Anjar.

“Emang dirimu mau hubungan tanpa status?” Balas Kino

“Hmmm, gini loh No, Anjar itukan alim banget, pastilah dia gamau pacaran” Balas Nana

“Yakin? Dirimu ga ngerasa aneh gitu?” Balas Kino

“Aneh gimana maksudnya?” Tanya Nana sambil memicingkan matanya ke arah Kino

“Kok dirimu ngeliat aku begitu sih? Biasa aja kali”. Balas Kino sambil mendorong wajah Nana.

“Nanti malam temenin aku ya” Balas Nana sambil kembali menatap Kino

“Ke mana?” Balas Kino

“Beliin ole-ole sama ketemu Anjar” Balas Nana

“Hah? Anjar di sini? Ngapain?” Tanya Kino

“Iya, ada kerjaan di sini, nginep di hotel sama rombongan kantornya. Temenin yaah”. Rengek Nana

“Iya deh, iya”.


***



3 Bulan kemudian...

“Na, dirimu jadi ambil cuti 3 hari? Mau balik? Ngapain?” sapa Kino

“Selamat pagi dulu dong say, masih pagi nih. Hmm,.. Mengenai hal tersebut, yes i need back to my hometown for 3 days, karena aku homesick”. Balas Nana

Homesick? Haha sejak kapan Nana Sejiwa homesick? Gak pernah sejarahnya selama bertahun-tahun dirimu homesick. Pulang pas lebaran aja gak mau lama. Pasti Anjar kan?” Balas Kino

“Hehe...iya”. Nana tersenyum malu.

“Udah ah, aku ada meeting sama bokap lu pagi ini mau bahas proyek baru, bye”. Balas Nana sambil berlalu pergi.


***


Seminggu berikutnya...

“Hai, Njar aku udah di rumah nih. Surpriseeee...” pesan Nana ke Anjar melalui whatsapp

“Oh, ngapain?” Balas Anjar.

“Lah kok ngapain? Ya balik aja. Ntar ke rumah kan?” Balas Nana

“Liat dulu deh ya Na, aku lagi sibuk banget”. Balas Anjar menutup pesan

            Nana merasa agak aneh, berbagai macam pertanyaan muncul di kepalanya. Apakah dia benar-benar mengganggu. Nana merasa benar-benar bingung dan merasa sakit kepala. Hidungnya sudah bersin-bersin dari kemaren. “Duh, meler deh ni” gumam Nana.

Hari ke dua di kampung, masih tidak ada pesan dari Anjar. Nana dilema, tubuh juga meriang dan perlu obat. Satu-satunya orang yang bisa diminta tolong dan terfikirkan oleh Nana adalah Anjar.

“Njar”, sapa Nana melalui whatsapp

“Ya Na”. Balas Anjar setelah sekian lama

“Bisa minta tolong gak?” Balas Nana

“Minta tolong apa nih?”. Balas Anjar

“Bisa tolong beliin panadol ga ya trus anterin ke rumah, lagi ga enak badan banget nih, ga ada yang bisa bantuin, kasian juga kalau minta mama yang pergi”. Balas Nana lagi

“Duh Na, gabisa nih, lagi latihan silat trus udah malam juga”. Tutup Anjar.

Nana merasa sangat heran. Kenapa tiba-tiba jadi cuek begini. Padahal sebelum-sebelumnya tidak seperti ini. Anjar yang dia kenal begitu perhatian dan asik. Nana merasa menyesal harus pulang hanya buat bertemu dia. Tak biasanya Nana rela meninggalkan pekerjaan untuk alasan apapun. Jika demampun dia biasa ke kantor karena tanggung jawab yang harus dia emban. Dia merasa sangat menyesal atas keputusannya saat ini.


***


Sebulan berselang, Nana sudah tak pernah berkomunikasi dengan Anjar lagi. Lalu tiba-tiba...

Kriiiing, bunyi ponsel Nana berdering. Dilihatnya di layar ponsel, “Anjar”. Deg. Jantung Nana tiba-tiba berdebar. “Ngapain si Anjar nelfon?” gumamnya.

“Halo”, sapa Nana.

“Assalamualaikum Na, apa kabar?” Balas Anjar.

“Waalaikumsalam, aku baik, lagi kerja”. Jawab Nana

“Oh, ganggu ya?” Tanya Anjar

“Iya, dikit”. Jawab Nana

Telfon ditutup. Tapi setelah itu Anjar tiba-tiba kembali ramah. Dia sempat meminta maaf karena tidak ada kabar selama ini dan menjelaskan kalau dia sedang sibuk sekali.

“Trus dirimu percaya gitu?” tanya Kino kepada Nana sewaktu mereka sedang makan siang.

 “Ya, dia udah minta maaf kok Kin”. Balas Nana sembari menyendok Udon dan melahapnya ke mulut.

“Duh Na, cowok itu kalau beneran suka ga bakalan bisa cuek, sesibuk apapun pasti meluangkan waktu buat orang yang disukanya”. Balas Kino sambil memandang sinis ke arah Nana.

“Kin, apa salahnya kan dimaafin terus dikasi kesempatan lagi?”. Balas Nana

“Awas aja ya kalau gara-gara ini dirimu sedih”. Balas Kino sambil menatap wajah Nana.


***

Dua bulan berikutnya...

Anjar telah mengabari Nana bahwa dia akan ke kota karena ada urusan kantor. Mereka berjanji akan bertemu. Nana memikirkan tempat-tempat yang bagus yang bisa mereka berdua datangi nantinya. Dia juga memikirkan ole-ole apa yang bisa dibeli untuk Anjar dan keluarganya.

“Halo Njar, udah di hotel?” Sapa Nana melalui sambungan telfon.

“Udah nih Na, tapi lagi sama rombongan kantor, aku belum bisa keluar. Eh Na, bisa bantuin aku ga?” Balas Anjar

“Bantuin apa?” Tanya Nana

“Bisa tolongin beli hardisk ga ya”. Balas Anjar

“Hardisk? Bisa sih, banyak kok di mall sekitaran hotel tempat kamu menginap, kita pergi bareng aja”. Balas Nana

“Duh Na, aku gabisa keluar nih, kamu aja ya please, ntar kita ketemu di lobby hotel aja”. Balas Anjar

“Yah kok gitu? Kan udah janji buat keluar, lagian kan besok kamu udah pulang”. Balas Nana lagi.

“Iya Na, tapi aku gabisa keluar sama rombongan kantor, please ngerti ya”. Balas Anjar lagi.
“Iya deh”. Balas Nana sambil menutup telfon.

Nana sudah bersiap-siap akan keluar. Cuaca di luar hujan. Dia berencana memesan grab jika memang Anjar akan ikut bersama. Nyatanya Nana berfikir untuk mengendarai motor saja karena pasti akan macet sekali jika menggunakan mobil. Dia mencari-cari jas hujan di jok motor. Pikirannya dibayang-bayangi oleh hal-hal negatif tentang sikap Anjar tapi tubuhnya tetap bergerak untuk pergi membeli pesanan Anjar.

Sesampainya di mall, Nana membelikan pesanan Anjar. Mereka tetap berkomunikasi seperti biasa. Nana membelikan sedikit ole-ole dan titipan untuk mamanya nanti. Pikiran negatif sudah menjauh pergi.

Nana sampai di hotel tempat Anjar menginap. Dilihatnya Anjar menunggu di lobby sambil tersenyum melihat kedatangannya. Disusulnya Nana yang membawa banyak barang. “Beli apa sih buk?” sapa Anjar dengan lembut.

Nana tersenyum “...ole-ole buat mama kamu, buat adik kamu dan ini titipan buat mama aku, tolong disampaikan ya”. Balas Nana sambil menjelaskan barang tersebut satu persatu.
“Aku juga ada ole-ole buat kamu, kerupuk udang dong, hahaha” Balas Anjar sambil mengangkat kardus berisi kerupuk.

“Waah, makasi, banyak banget ih” Balas Nana dengan mata berbinar.

Obrolan mereka berakhir, Nana pulang ke rumah dengan bahagia.



***


Tiga hari berikutnya...

Nana mondar-mandir di ruangannya. Dia menggenggam ponselnya dengan wajah mengkerut. Sesekali dia melihat ke layar ponselnya. Kino melihat hal ini dari luar ruangan dan memutuskan untuk bertanya.

“Kenapa sih buk? Senewen nampaknya nih, perasaan kantor ga ada masalah apa-apa deh”. Tegur Kino

“Duh Kin, kenapa ya whatsapp aku ga terkirim ke Anjar, cuma centang satu. Trus foto profil dia ga ada. Aku baca di google itu berarti aku di block. Duh kenapa lagi nih?” Terang Nana.
“Emang kalian ada masalah?” Tanya Kino

“Ga ada Kin, terakhir komunikasi 2 hari yang lalu waktu dia nyampein titipan buat mamaku, apa mamaku ngomong sesuatu ya” Balas Nana

“Hmmm,,, udah ga heran deh laki-laki kek begitu. Udah Na, dirimu gausah urus lagi, udahin aja”. Balas Kino

“Kok gitu sih Kin?” Balas Nana sambil menatap Kino

“Dari awal aku tuh dah liat si Anjar nih kek apa, dia ga tulus samamu, udah deh gausah di urus lagi”. Balas Kino

“Tapikan Kin...” Balas Nana dengan mata berkaca-kaca

“Na, kamu itu polos banget, jadi mudah buat dibohongi”. Balas Kino sambil berlalu pergi.

Nana tetap merasa tak percaya hal ini. Berhari-hari dia berusaha menghubungi orang terdekat Anjar, namun tidak ada hasil. Berhari-hari juga dia murung dan memikirkan banyak hal. Mungkin Anjar memang penipu.



***


Seminggu kemudian...

“Halo Naaaa” teriak suara dari dalam telfon

“Apa sih? teriak-teriak, mau pecah nih handphoneku”. Balas Nana

“Aku lagi di kota nih, lagi ada pelatihan dari kantor. Abis ini kita ketemu ya, dah lama nih gak ketemu. Kangen ga sama sepupumu ini?” Balas Yaya.

“Ooh, iya. Ok deh. Ntar kasi tahu selesai jam berapa ya, tar aku jemput”. Balas Nana mengiyakan.


***


2 jam kemudian...

“Jadi lagi pelatihan apaan sih?” Tanya Nana membuka pembicaraan kepada Yaya sepupunya.

“Pelatihan gitu deh, panjang juga mau dijelasin. Kerjaan apa kabar?” Tanya Yaya
“Baik-baik aja”. Jawab Nana

“Pacar? Masih sahabatan sama Kino?” Tanya Yaya lagi

“Iya masih sahabatan dong sama Kino” Jawab Nana

“Oh iya. Ya, dirimu kenal Anjar gak? Yang ini loh orangnya” tambah Nana sambil mengeluarkan ponsel dan menunjukkan foto Anjar.

“Hah? Ini? Si Anjar? Haha, iya kenal dong Na. Kantornya kan sebelahan sama kantor aku. lagian dia pacaran sama Leli, teman kantor aku. udah 2 tahun juga mereka pacaran”. Terang Yaya.

“Serius?” Ucap Nana dengan membelalakkan mata.

“Iya serius dong, ga mungkin boong lah. Dulu aku akrab banget sama Leli, sekarang bodo amat, mereka itu pasangan yang paling menjijikkan”. Terang Yaya menggebu-gebu.
“Hah?”. Balas Nana dengan lemas.

“Iya, jadi dulu tuh waktu kami istirahat dari kantor, kami makan siang di rumah Leli, kami berempat. Abis makan siang kami leyeh-leyeh lah di rumah Leli, kebetulan rumahnya juga ga ada keluarganya. Tiba-tiba Anjar datang, eh si Leli langsung nyuruh kami berempat ngumpet di kamarnya. Emang masalahnya di mana yakan, apa salahnya Anjar ngeliat kami di situ, tapi Leli maksa suruh kami ngumpet di kamarnya. Aku kira bakalan sebentar aja, ternyata lama banget. Masa’ mereka sempat-sempatnya main domino sambil ngakak-ngakak. Lah, kami berempat jadi orang bodoh di kamarnya. Dari situ aku marah dong. Trus aku ga peduli, aku keluar aja dari kamar trus ambil tas sama sepatu langsung pergi. Gila tau ga sih mereka berdua itu”. Jelas Yaya panjang lebar lalu menyeruput jus jeruk yang dipesannya.

“Oh? 2 tahun mereka pacaran? Ampe sekarang?” tanya Nana dengan penasaran.

“Iya dong Na, Anjar juga sering ngapel ke rumah Leli. Lagian rumah Leli jarang ada keluarganya, kan sering ke luar kota”. Terang Yaya

Nana terhenyak, Anjar yang dia kenal tidak seperti yang Yaya ceritakan. Anjar yang dia tahu ga bakal mau berdua-duaan sama perempuan lain di rumah. Lagian menurut pengakuan Anjar, dia ga pernah pacaran. “apa Anjar berbohong?” gumam Nana dalam hati.
“Kami juga pernah double date waktu lagi akrab-akrabnya, Leli juga udah akrab sama keluarga Anjar, sering kok main ke rumah Anjar trus makan bareng mereka”. Tambah Yaya lagi.

Nana memutar memori. Mengingat-ingat apa yang pernah dibilang Anjar kepadanya. Anjar juga pernah minta Nana untuk tidak nge-post foto mereka berdua dengan alasan “Na, semua orangkan tahu Anjar ga mau pacaran, ntar apa kata orang kalau lihat foto ini, pasti mikir yang nggak-nggak.” Nana semakin mual mengingat semua itu. “dasar munafik”. Rutuk Nana dalam hati.

Tapi separuh hati Nana seperti tidak percaya. Di matanya Anjar begitu alim, begitu baik. Seolah-olah semua kata-kata Anjar selama ini selalu diterima oleh Nana. Selama ini tidak pernah ada kecurigaan apapun.

“Kenapa sih nanyain si Anjar? Kenal?” Tanya Yaya mengagetkan lamunan Nana.

“Iya kenal” jawab Nana dengan lesu.

“Ada apa sih?” tanya Yaya

“Ya, beberapa bulan ini aku deket sama Anjar”. Balas Nana dengan mata berkaca-kaca.

Lalu Nana menceritakan semua hal kepada Yaya.

“Astaga Na, sumpah dirimu dah ketipu sama Anjar. Dia itu gak sebaik itu. Dia cowok paling munafik yang pernah aku kenal. Sama munafiknya dengan pacarnya, Leli. Dia ngedeketin dirimu pasti juga ada maksud”. Balas Yaya

“Leli juga baik sama aku kemaren juga ada maksud, biar bisa aku antar jemput kalau ga ada Anjar. Setelah itu, dia jelek-jelekin aku ke semua orang, gila kan?”. Tambah Yaya lagi.


Nana terdiam, bisa-bisanya dia ditipu dengan seseorang yang selama ini dia anggap baik. Dia terhenyak, ternyata masih ada laki-laki munafik di dunia ini. Pelajaran pertama, alim di luar belum tentu baik di dalam.

Comments

Popular posts from this blog

Abang Kelas Yang Aku Kagumi

Lelaki Terakhir Menangis di Bumi

Kenangan Bersama Ayah - Bagian 1