PERJALANAN CINTA NANA SEJIWA (BAGIAN 2 : Anjar)
Nana
membungkukkan badan sambil tersenyum dan melambaikan tangan ketika mengantarkan
client baru ke pintu keluar. Namun
senyumnya berubah ketika dia membalikkan badan dan menuju ke pintu masuk.
“Ada apa sih? Kok murung?
Bukannya persentasinya lancar? Mereka nerima perusahaan kita sebagai supplier kan?”. Sambar Kino ketika
melihat raut wajah Nana yang berubah.
“Iya setuju, tapi bukan
itu yang aku fikirkan,” balas Nana sambil mengkerutkan keningnya.
“Lalu apa?”. Balas Kino
“Iya masa dirimu gak
tahu kalau tadi sekretaris client itu
ngira aku tukang bikin kopi, dia ga liat name
tag aku apa?”. Balas Nana sambil merutuk.
“Apa aku terlihat
terlalu jelek ya sampai-sampai dia ngira begitu”. Timpal Nana lagi.
“Udah ah gausah
dipikirin, yang pentingkan kerjaan lancar, bakalan dapat bonuskan bulan ini
yuhuuu...”. Balas Kino sambil menyodorkan kepalanya ke arah Nana.
“Apaan sih”, balas Nana
sambil tersenyum.
“Tuhkan senyum, gitu
dong, jangan berfikiran negatif mulu”. Timpal Kino lagi
“Dirimu ke mana malam
ini? Aku pengen makan ramen di Kaiten, temenin yook”. Rengek Nana sambil
menggandeng tangan Kino.
“Sorry, malam ini aku
ga bisa, ada janji sama Susi.” Balas Kino.
“Susa susi susa susi
teros, sahabatmu ini apa?”. Balas Nana sambil merengut.
“Makanya cari pacar
dong, 7 tahun man menjomblo, mau jadi apa dirimu?” Balas Kino sambil tersenyum.
Nana mengadangkan
kepalan tinjunya ke wajah Kino sambil ketawa.
“Lebaran tahun ini
dirimu pulang kampung kan?”. Tanya Kino
“Iyalah pulang, mampus
deh bakalan dikutuk jadi batu kalau ga pulang”. Balas Nana sambil membuka
facebook di komputernya.
“Ngapain sih dirimu?”.
Tanya Kino sambil mengarahkan kepalanya ke layar komputer Nana.
“Ini, aku tadi malam
sebelum tidur itu mikir-mikir dosa apa yang harus aku tebus ya sebelum puasa
tahun ini. Sambil mikir-mikir, aku baru teringat kalau dulu waktu SMP aku
pernah ngilangin uang sumbangan buat teman sekelasku”. Balas Nana.
“Kok bisa dirimu
hilangin?”, balas Kino.
“Iya, dulu waktu SMP
kelas 2 aku kan bendahara di kelas, nah uang sumbangannya itu hilang 50rb, pas
disetor ke guruku, dia gak hitung lagi jadinya gak ketahuan, lah aku diam-diam
aja”. Balas Nana sambil mengetik password
facebooknya.
“Ish, parahlah dirimu,
sumbangan apa sih?”. Tanya Kino
“Sumbangan meninggalnya
papa seseorang”. Balas Nana lagi.
“Ish hancur kali
reputasi manajer kita satu ini ternyata pernah berbuat dosa”. Goda Kino
“Lagian siapa sih di
dunia ini yang tidak pernah berbuat dosa?”. Balas Nana sambil memutar bola
matanya.
“Namanya siapa? Dirimu ga
temenan sama dia di facebook?”. Timpal
Kino
“Gak loh, sejak lulus
SMP ga pernah komunikasi, ga pernah ketemu, ga temenan di media sosial. Coba aku
cari dulu ya, masukin nama lengkapnya di facebook”. Balas Nana sambil tetap
fokus ke monitor di depannya.
“Nah dapet, ini dia.” Sambung
Nana lagi.
“Wisss, cakep ya Na,
siapa namanya? Anjar ya, scroll
foto-fotonya Na”. Balas Kino
“Kepo deh”, balas Nana
sambil tersenyum.
“Kerja di mana dia?”
Tanya Kino
“Kelihatannya di kantor
pemerintahan deh”. Balas Nana
“Cakep loh dia”. Balas
Kino
“Iya, emang dari dulu
kok cakep, baik lagi. Di kelas gak pernah berisik, penurut, duduk paling depan,
rapi, baiklah pokoknya”. Balas Nana
“yeeee, suka?”. Balas
Kino sambil menyenggol bahu Nana.
“Kalau iya kenape?”
Timpal Nana sambil tertawa.
“Ayo Na, langsung aja
kirimin pesan, sapa tahu jodoh”. Balas Kino
“Apa siiiih, udah-udah
balik sana ke ruanganmu, ganggu iiiih”. Balas Nana sambil mendorong tubuh Kino.
***
Beberapa hari
kemudian...
“Tebak, sekarang aku
sering watsapan sama siapa?”. Bisik Nana di telinga Kino
“Duuuh, masih pagi loh
mbak kenapa sih bisik-bisik?” Timpal Kino
“Ada apa sih?”
tambahnya lagi.
“Ayo tebak siapa yang
sering watsapan sama aku sekarang, trus tebak siapa yang bakalan
datang ke
rumahku pas lebaran nanti? Hmm...?” Balas Kina sambil nyengir.
“oh, oh aku tahu, aku
tahu.”Balas Kino dengan bersemangat
“Anjar? Serius?”
Balasnya lagi sambil mengangguk-angguk meminta persetujuan.
“Iya dong”. Balas Nana
sambil berlalu pergi
“Cieee, senang tuh nampaknya”.
Teriak Kino membalas
***
Saat lebaran...
Nana berdiri di depan cermin.
Perasaannya agak gugup, ini pertama kalinya dia akan bertemu dengan Anjar
setelah 8 tahun lamanya. Nana memilih kaos longgar warna abu-abu dan rok tutu
berwarna hitam. Setelah mengenakan baju, Nana beralih fokus ke wajah. Dia sangat
berhati-hati menggunakan alis agar terlihat tidak berlebihan. Sentuhan terakhir
di bibir, Nana memilih lip gloss pink
yang tidak mencolok agar terlihat lebih natural.
Sekali
lagi Nana melihat dirinya di depan cermin. Dia harus memastikan pakaian dan
make upnya terlihat sopan. Lalu Nana berlatih senyum, berlatih berbicara dan
menguasai diri. Entah kenapa pertemuan kali ini benar-benar membuat Nana gugup.
Padahal seharusnya dia bisa lebih biasa saja.
Nana
melihat jam di dinding kamar “hmm, mungkin 5 menit lagi Anjar sampai” gumam
Nana sambil mengingat kalau Anjar sudah menelfon 5 menit yang lalu dan meminta
arah jalan.
Tidak
lama kemudian suara salam terdengar dari depan rumah. Nana bergegas keluar
kamar dan membuka pintu. “siapa Na?” teriak mama dari dapur. “Teman Nana ma”
jawab Nana.
“Hi
Njar”, sapa Nana kepada Anjar sambil tersenyum dan mengulurkan tangan.
“Assalamualaikum
Nana” Balas Anjar sambil tersenyum dan mengatupkan kedua tangan di dada tanda
salam dengan lawan jenis. Nana terperangah “Oh iya, waalaikumsalam, silahkan
masuk” balas Nana sambil melakukan hal yang sama.
Pertemuan
malam itu berlangsung lama, banyak topik yang mereka bicarakan. Anjar tidak
datang sendirian, dia membawa serta pamannya. Mereka bertiga membicarakan
banyak hal. Mulai dari kuliah, pekerjaan dan kehidupannya di kota metropolitan.
Nana juga baru tahu kalau Anjar sedang dalam tahap skripsi untuk menyelesaikan
S1-nya. Nana juga banyak bertanya tentang Ibu dan adik-adik Anjar, ternyata
sewaktu papanya meninggal, ibunya harus bekerja dan adiknya nomor 2 di adopsi
oleh tantenya yang di Tanjung Pinang dan bersekolah di sana. Hal yang membuat
Nana terenyuh, karena berpisah dengan keluarga bukanlah hal yang menyenangkan.
Nana membayangkan betapa sulit ditinggal ayah dan melihat ibunya membanting
tulang untuk keluarga. “Pekerjaan seperti apa yang dilakukan ibunya” gumam Nana
dalam hati.
Nana
memperhatikan setiap detil wajah Anjar dari samping. Alis matanya lebat dan
hitam, matanya sangat khas, bulat dan besar. Hidungnya mancung dengan lekukan
tulang di tengahnya. Kulitnya putih sekali, melebihi cerahnya kulit Nana.
Ketika dia tersenyum, gigi gingsulnya terlihat dan menambah kesan manis di
wajahnya. Ah, Nana mengaguminya.
***
Libur
lebaran telah usai. Nana juga sudah kembali bekerja. Tapi kembali dari libur
lebaran kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Rasa bahagia sedang
menyeruak di dada. Semangat berangkat ke kantor berbeda dari hari-hari
biasanya. Daftar lagu di handphone
juga telah berubah, semuanya tentang jatuh cinta. Bisa dipastikan hal ini
disebabkan kedekatannya dan Anjar.
Setiap
hari mereka saling berkirim pesan. Anjar sering sekali mengirimkan maps location melalui whatsapp kepada
Nana. Anjar sering sekali lapor kepada Nana ke manapun dia pergi. Hal ini
menambah kebahagiaan Nana karena merasa menjadi tempat lapor oleh Anjar. Nana
merasa menjadi orang penting dalam hidup Anjar.
“Apa nih senyum-senyum sendiri, duuuh, lagunya yaa
cinta-cintaan semua”. Tegur Kino yang langsung membuyarkan lamunan Nana
“Apa sih?” Balas Nana sambil tersenyum.
“Anjar ya?” Goda Kino lagi
“Kenapa coba dengan Anjar?”. Balas Nana lagi.
“Yakan dirimu lagi deket sama Anjar. Udah ditembak
belum?” Tanya Kino
“Hmmm, dia bilang dia gamau pacaran. Tapi kami
berdua udah sama-sama bilang suka sih”. Balas Nana dengan yakin.
“Haah? Gimana-gimana?” Jawab Kino dengan ragu.
“Yaaa gitu, kami berdua deket tapi ga pacaran”.
Balas Nana
Kino mengerutkan dahi tanda tak setuju dengan hal
tersebut. Terbesit keraguan di pikiranya mengenai Anjar.
“Emang dirimu mau hubungan tanpa status?” Balas Kino
“Hmmm, gini loh No, Anjar itukan alim banget,
pastilah dia gamau pacaran” Balas Nana
“Yakin? Dirimu ga ngerasa aneh gitu?” Balas Kino
“Aneh gimana maksudnya?” Tanya Nana sambil
memicingkan matanya ke arah Kino
“Kok dirimu ngeliat aku begitu sih? Biasa aja kali”.
Balas Kino sambil mendorong wajah Nana.
“Nanti malam temenin aku ya” Balas Nana sambil
kembali menatap Kino
“Ke mana?” Balas Kino
“Beliin ole-ole sama ketemu Anjar” Balas Nana
“Hah? Anjar di sini? Ngapain?” Tanya Kino
“Iya, ada kerjaan di sini, nginep di hotel sama
rombongan kantornya. Temenin yaah”. Rengek Nana
“Iya deh, iya”.
***
3
Bulan kemudian...
“Na, dirimu jadi ambil cuti 3 hari? Mau balik?
Ngapain?” sapa Kino
“Selamat pagi dulu dong say, masih pagi nih. Hmm,..
Mengenai hal tersebut, yes i need back to
my hometown for 3 days, karena aku homesick”.
Balas Nana
“Homesick?
Haha sejak kapan Nana Sejiwa homesick?
Gak pernah sejarahnya selama bertahun-tahun dirimu homesick. Pulang pas lebaran aja gak mau lama. Pasti Anjar kan?”
Balas Kino
“Hehe...iya”. Nana tersenyum malu.
“Udah ah, aku ada meeting sama bokap lu pagi ini mau bahas proyek baru, bye”. Balas Nana sambil berlalu pergi.
***
Seminggu berikutnya...
“Hai, Njar aku udah di rumah nih. Surpriseeee...” pesan Nana ke Anjar
melalui whatsapp
“Oh, ngapain?” Balas Anjar.
“Lah kok ngapain? Ya balik aja. Ntar ke rumah kan?”
Balas Nana
“Liat dulu deh ya Na, aku lagi sibuk banget”. Balas
Anjar menutup pesan
Nana
merasa agak aneh, berbagai macam pertanyaan muncul di kepalanya. Apakah dia
benar-benar mengganggu. Nana merasa benar-benar bingung dan merasa sakit
kepala. Hidungnya sudah bersin-bersin dari kemaren. “Duh, meler deh ni” gumam
Nana.
Hari ke dua di kampung, masih tidak ada
pesan dari Anjar. Nana dilema, tubuh juga meriang dan perlu obat. Satu-satunya
orang yang bisa diminta tolong dan terfikirkan oleh Nana adalah Anjar.
“Njar”, sapa Nana melalui whatsapp
“Ya Na”. Balas Anjar setelah sekian lama
“Bisa minta tolong gak?” Balas Nana
“Minta tolong apa nih?”. Balas Anjar
“Bisa tolong beliin panadol ga ya trus
anterin ke rumah, lagi ga enak badan banget nih, ga ada yang bisa bantuin,
kasian juga kalau minta mama yang pergi”. Balas Nana lagi
“Duh Na, gabisa nih, lagi latihan silat
trus udah malam juga”. Tutup Anjar.
Nana merasa sangat heran. Kenapa tiba-tiba
jadi cuek begini. Padahal sebelum-sebelumnya tidak seperti ini. Anjar yang dia
kenal begitu perhatian dan asik. Nana merasa menyesal harus pulang hanya buat
bertemu dia. Tak biasanya Nana rela meninggalkan pekerjaan untuk alasan apapun.
Jika demampun dia biasa ke kantor karena tanggung jawab yang harus dia emban. Dia
merasa sangat menyesal atas keputusannya saat ini.
***
Sebulan berselang, Nana sudah tak pernah
berkomunikasi dengan Anjar lagi. Lalu tiba-tiba...
Kriiiing, bunyi ponsel Nana berdering. Dilihatnya di
layar ponsel, “Anjar”. Deg. Jantung Nana tiba-tiba berdebar. “Ngapain si Anjar
nelfon?” gumamnya.
“Halo”, sapa Nana.
“Assalamualaikum Na, apa kabar?” Balas Anjar.
“Waalaikumsalam, aku baik, lagi kerja”. Jawab Nana
“Oh, ganggu ya?” Tanya Anjar
“Iya, dikit”. Jawab Nana
Telfon ditutup. Tapi setelah itu Anjar tiba-tiba
kembali ramah. Dia sempat meminta maaf karena tidak ada kabar selama ini dan
menjelaskan kalau dia sedang sibuk sekali.
“Trus dirimu percaya gitu?” tanya Kino kepada Nana
sewaktu mereka sedang makan siang.
“Ya, dia udah minta maaf kok Kin”. Balas
Nana sembari menyendok Udon dan melahapnya ke mulut.
“Duh Na, cowok itu kalau beneran suka ga bakalan
bisa cuek, sesibuk apapun pasti meluangkan waktu buat orang yang disukanya”.
Balas Kino sambil memandang sinis ke arah Nana.
“Kin, apa salahnya kan dimaafin terus dikasi
kesempatan lagi?”. Balas Nana
“Awas aja ya kalau gara-gara ini dirimu sedih”.
Balas Kino sambil menatap wajah Nana.
***
Dua
bulan berikutnya...
Anjar
telah mengabari Nana bahwa dia akan ke kota karena ada urusan kantor. Mereka
berjanji akan bertemu. Nana memikirkan tempat-tempat yang bagus yang bisa
mereka berdua datangi nantinya. Dia juga memikirkan ole-ole apa yang bisa
dibeli untuk Anjar dan keluarganya.
“Halo
Njar, udah di hotel?” Sapa Nana melalui sambungan telfon.
“Udah
nih Na, tapi lagi sama rombongan kantor, aku belum bisa keluar. Eh Na, bisa
bantuin aku ga?” Balas Anjar
“Bantuin
apa?” Tanya Nana
“Bisa
tolongin beli hardisk ga ya”. Balas Anjar
“Hardisk?
Bisa sih, banyak kok di mall sekitaran hotel tempat kamu menginap, kita pergi
bareng aja”. Balas Nana
“Duh
Na, aku gabisa keluar nih, kamu aja ya please, ntar kita ketemu di lobby hotel
aja”. Balas Anjar
“Yah
kok gitu? Kan udah janji buat keluar, lagian kan besok kamu udah pulang”. Balas
Nana lagi.
“Iya
Na, tapi aku gabisa keluar sama rombongan kantor, please ngerti ya”. Balas Anjar lagi.
“Iya
deh”. Balas Nana sambil menutup telfon.
Nana sudah bersiap-siap akan keluar. Cuaca di luar
hujan. Dia berencana memesan grab jika memang Anjar akan ikut bersama. Nyatanya
Nana berfikir untuk mengendarai motor saja karena pasti akan macet sekali jika
menggunakan mobil. Dia mencari-cari jas hujan di jok motor. Pikirannya
dibayang-bayangi oleh hal-hal negatif tentang sikap Anjar tapi tubuhnya tetap
bergerak untuk pergi membeli pesanan Anjar.
Sesampainya di mall, Nana membelikan pesanan Anjar.
Mereka tetap berkomunikasi seperti biasa. Nana membelikan sedikit ole-ole dan
titipan untuk mamanya nanti. Pikiran negatif sudah menjauh pergi.
Nana sampai di hotel tempat Anjar menginap.
Dilihatnya Anjar menunggu di lobby sambil tersenyum melihat kedatangannya.
Disusulnya Nana yang membawa banyak barang. “Beli apa sih buk?” sapa Anjar
dengan lembut.
Nana
tersenyum “...ole-ole buat mama kamu, buat adik kamu dan ini titipan buat mama
aku, tolong disampaikan ya”. Balas Nana sambil menjelaskan barang tersebut satu
persatu.
“Aku
juga ada ole-ole buat kamu, kerupuk udang dong, hahaha” Balas Anjar sambil
mengangkat kardus berisi kerupuk.
“Waah,
makasi, banyak banget ih” Balas Nana dengan mata berbinar.
Obrolan
mereka berakhir, Nana pulang ke rumah dengan bahagia.
***
Tiga
hari berikutnya...
Nana
mondar-mandir di ruangannya. Dia menggenggam ponselnya dengan wajah mengkerut. Sesekali
dia melihat ke layar ponselnya. Kino melihat hal ini dari luar ruangan dan
memutuskan untuk bertanya.
“Kenapa
sih buk? Senewen nampaknya nih, perasaan kantor ga ada masalah apa-apa deh”.
Tegur Kino
“Duh
Kin, kenapa ya whatsapp aku ga terkirim ke Anjar, cuma centang satu. Trus foto
profil dia ga ada. Aku baca di google itu berarti aku di block. Duh kenapa lagi nih?” Terang Nana.
“Emang
kalian ada masalah?” Tanya Kino
“Ga
ada Kin, terakhir komunikasi 2 hari yang lalu waktu dia nyampein titipan buat
mamaku, apa mamaku ngomong sesuatu ya” Balas Nana
“Hmmm,,,
udah ga heran deh laki-laki kek begitu. Udah Na, dirimu gausah urus lagi,
udahin aja”. Balas Kino
“Kok
gitu sih Kin?” Balas Nana sambil menatap Kino
“Dari
awal aku tuh dah liat si Anjar nih kek apa, dia ga tulus samamu, udah deh
gausah di urus lagi”. Balas Kino
“Tapikan
Kin...” Balas Nana dengan mata berkaca-kaca
“Na,
kamu itu polos banget, jadi mudah buat dibohongi”. Balas Kino sambil berlalu
pergi.
Nana
tetap merasa tak percaya hal ini. Berhari-hari dia berusaha menghubungi orang
terdekat Anjar, namun tidak ada hasil. Berhari-hari juga dia murung dan
memikirkan banyak hal. Mungkin Anjar memang penipu.
***
Seminggu
kemudian...
“Halo
Naaaa” teriak suara dari dalam telfon
“Apa
sih? teriak-teriak, mau pecah nih handphoneku”. Balas Nana
“Aku
lagi di kota nih, lagi ada pelatihan dari kantor. Abis ini kita ketemu ya, dah
lama nih gak ketemu. Kangen ga sama sepupumu ini?” Balas Yaya.
“Ooh,
iya. Ok deh. Ntar kasi tahu selesai jam berapa ya, tar aku jemput”. Balas Nana
mengiyakan.
***
2
jam kemudian...
“Jadi
lagi pelatihan apaan sih?” Tanya Nana membuka pembicaraan kepada Yaya
sepupunya.
“Pelatihan
gitu deh, panjang juga mau dijelasin. Kerjaan apa kabar?” Tanya Yaya
“Baik-baik
aja”. Jawab Nana
“Pacar?
Masih sahabatan sama Kino?” Tanya Yaya lagi
“Iya
masih sahabatan dong sama Kino” Jawab Nana
“Oh
iya. Ya, dirimu kenal Anjar gak? Yang ini loh orangnya” tambah Nana sambil
mengeluarkan ponsel dan menunjukkan foto Anjar.
“Hah?
Ini? Si Anjar? Haha, iya kenal dong Na. Kantornya kan sebelahan sama kantor
aku. lagian dia pacaran sama Leli, teman kantor aku. udah 2 tahun juga mereka
pacaran”. Terang Yaya.
“Serius?”
Ucap Nana dengan membelalakkan mata.
“Iya
serius dong, ga mungkin boong lah. Dulu aku akrab banget sama Leli, sekarang
bodo amat, mereka itu pasangan yang paling menjijikkan”. Terang Yaya
menggebu-gebu.
“Hah?”.
Balas Nana dengan lemas.
“Iya,
jadi dulu tuh waktu kami istirahat dari kantor, kami makan siang di rumah Leli,
kami berempat. Abis makan siang kami leyeh-leyeh lah di rumah Leli, kebetulan
rumahnya juga ga ada keluarganya. Tiba-tiba Anjar datang, eh si Leli langsung
nyuruh kami berempat ngumpet di kamarnya. Emang masalahnya di mana yakan, apa
salahnya Anjar ngeliat kami di situ, tapi Leli maksa suruh kami ngumpet di
kamarnya. Aku kira bakalan sebentar aja, ternyata lama banget. Masa’ mereka
sempat-sempatnya main domino sambil ngakak-ngakak. Lah, kami berempat jadi
orang bodoh di kamarnya. Dari situ aku marah dong. Trus aku ga peduli, aku
keluar aja dari kamar trus ambil tas sama sepatu langsung pergi. Gila tau ga
sih mereka berdua itu”. Jelas Yaya panjang lebar lalu menyeruput jus jeruk yang
dipesannya.
“Oh?
2 tahun mereka pacaran? Ampe sekarang?” tanya Nana dengan penasaran.
“Iya
dong Na, Anjar juga sering ngapel ke rumah Leli. Lagian rumah Leli jarang ada
keluarganya, kan sering ke luar kota”. Terang Yaya
Nana terhenyak, Anjar yang dia kenal tidak seperti
yang Yaya ceritakan. Anjar yang dia tahu ga bakal mau berdua-duaan sama
perempuan lain di rumah. Lagian menurut pengakuan Anjar, dia ga pernah pacaran.
“apa Anjar berbohong?” gumam Nana dalam hati.
“Kami
juga pernah double date waktu lagi
akrab-akrabnya, Leli juga udah akrab sama keluarga Anjar, sering kok main ke
rumah Anjar trus makan bareng mereka”. Tambah Yaya lagi.
Nana memutar memori. Mengingat-ingat apa yang pernah
dibilang Anjar kepadanya. Anjar juga pernah minta Nana untuk tidak nge-post foto mereka berdua dengan alasan “Na,
semua orangkan tahu Anjar ga mau pacaran, ntar apa kata orang kalau lihat foto
ini, pasti mikir yang nggak-nggak.” Nana semakin mual mengingat semua itu. “dasar
munafik”. Rutuk Nana dalam hati.
Tapi separuh hati Nana seperti tidak percaya. Di matanya
Anjar begitu alim, begitu baik. Seolah-olah semua kata-kata Anjar selama ini
selalu diterima oleh Nana. Selama ini tidak pernah ada kecurigaan apapun.
“Kenapa sih nanyain si Anjar? Kenal?” Tanya Yaya
mengagetkan lamunan Nana.
“Iya kenal” jawab Nana dengan lesu.
“Ada apa sih?” tanya Yaya
“Ya, beberapa bulan ini aku deket sama Anjar”. Balas
Nana dengan mata berkaca-kaca.
Lalu Nana menceritakan semua hal kepada Yaya.
“Astaga Na, sumpah dirimu dah ketipu sama Anjar. Dia
itu gak sebaik itu. Dia cowok paling munafik yang pernah aku kenal. Sama munafiknya
dengan pacarnya, Leli. Dia ngedeketin dirimu pasti juga ada maksud”. Balas Yaya
“Leli juga baik sama aku kemaren juga ada maksud,
biar bisa aku antar jemput kalau ga ada Anjar. Setelah itu, dia jelek-jelekin
aku ke semua orang, gila kan?”. Tambah Yaya lagi.
Nana terdiam, bisa-bisanya dia ditipu dengan
seseorang yang selama ini dia anggap baik. Dia terhenyak, ternyata masih ada
laki-laki munafik di dunia ini. Pelajaran pertama, alim di luar belum tentu
baik di dalam.
Comments
Post a Comment