Benarkah Menjadi Tua Adalah Suatu Hal Yang Menyebalkan?




Banyak anggota keluargaku yang berulang tahun di bulan Juli. Salah satunya adalah Mamaku. Seperti biasa, seperti tahun-tahun sebelumnya, tradisi mengingat ulang tahun Mama dan mengirimkan kado atau kue adalah hal yang harus anak-anak Mamaku lakukan. Jika tidak, akan ada tangisan dan rengekan dari wanita tua 61 tahun yang menelfon kami satu persatu.
Pikiranku menerawang ketika selesai mentransfer uang ke pembuat kue. Setelah selesai berkirim foto bukti transfer dan bercakap-cakap sebentar mengenai model dan ukuran kue, aku kembali ke meja kerja di kantor sambil termenung. Jika bulan ini adalah Juli, berarti bulan depan adalah ulang tahunku. Begitu gumamku.
Aku pikir kembali umurku yang sudah tak lagi muda. Kenangan-kenangan ulang tahun di masa lalu berseliweran di kepala dengan sesukanya. Ciuman ayahku di pipi sewaktu pagi sambil mengucapkan “selamat ulang tahun anak Ayah” mengusik emosiku. Ah, aku tak lagi muda. Bahkan kenangan itu saja sudah tak bisa sepenuhnya ku ingat karena saking lapuknya.
Aku ambil secarik kertas, lalu ku tulis apa saja yang telah aku dapat di umur segini. Tidak ada hasil. Tidak bisa aku tulis apa yang telah aku capai sekarang. Aku kembali mengambil secarik kertas, lalu ku tulis telah kehilangan apa saja. Hasilnya banyak, malah membuat mataku terbelalak.
Aku telah kehilangan banyak sekali waktu, umurku sudah 25 tahun dan aku baru saja mengetahui kalau kritis dan skeptis itu adalah dua hal positif yang sama. Aku telah kehilangan kemampuan penglihatanku yang maksimal dan harus menggunakan alat bantu untuk melihat. Aku telah kehilangan banyak teman akrab, yang harus meneruskan hidup baru dengan keluarga baru dan lingkungan yang baru.
Lalu aku sadari bahwa aku kehilangan kepercayaan diri, perasaan rileks dan tenang serta penguasaan diri. Belakangan aku susah sekali tidur nyenyak dan tidur lebih awal. Lingkaran hitam di bawah mata makin pekat dan selalu saja terkena flu. Hampir setiap malam kurasakan punggung dan pinggangku yang pegal. Lalu selalu minta dipijat oleh kakakku.
Apakah ini rasanya menjadi tua dan berumur? Ah, begitu menyebalkan ternyata. Pantas saja, banyak ilmuwan yang berlomba-lomba membuat obat anti aging, dokter bedah plastik laku keras serta skin care menjamur di mana-mana.
Aku kembali ke secarik kertas yang telah banyak ku tulis. Aku tak mengapa menjadi tua, tapi tak ingin menyebalkan. Artinya aku tak ingin menyusahkan orang lain karena lemah dan tak berdaya, karena selalu berfikiran negatif, karena selalu murung dan tak bergairah.
Aku membuka komputerku, ku lihat wallpaper komputerku dengan seksama. Sambil tersenyum aku bergumam, aku mau menjadi seperti itu, pohon pinus. Makin tua makin kokoh, makin tua makin rindang dan meneduhkan.



Comments

Popular posts from this blog

Abang Kelas Yang Aku Kagumi

Lelaki Terakhir Menangis di Bumi

Kenangan Bersama Ayah - Bagian 1