Sedikit Kenangan Tentang Ayah. Selamat Hari Ayah Nasional.
Sedikit Kenangan Tentang Ayah. Selamat Hari Ayah
Nasional.
Woi Ade, bangun kau. Sudah siang ini, ga
sekolahnya kau?
Aku bangun dengan setengah sadar. Berjalan dengan
oleng. Seketika menemukan sofa lalu aku tersandar lagi. Sambil menguap beberapa
kali. Tiba-tiba ayahku datang mencubit pahaku dengan kasar. Mandi kau sana. Teriak
ayahku lalu kubalas dengan rengekan khas anak kecil. Masih ada abang di sumur
balasku lagi.
Tentu saja itu adalah kenangan masa
kecilku bersama ayah yang tidak akan terulang kembali. Pagi ini tiba-tiba saja
pikiran tentang ayah muncul dan mencuri perhatian pagiku. Mungkin karena hari
ini adalah hari ayah. Jadi perhatianku tertuju ke sana.
Ketika bercermin pagi ini, aku berpikir
betapa uniknya Ayahku. Ayah Batak yang suaranya besar dan keras. Kulitnya hitam
sekali. Dulu, aku selalu duduk dipangkuannya dan melihat betapa pekatnya warna
hitam tersebut. Aku selalu mencium aroma tubuhnya yang khas. Benar-benar tidak
bisa aku jelaskan di tulisan.
Aku melihat wajahku lagi di cermin. Wah,
ini benar-benar wajah ayahku. Hal yang ayahku tinggalkan untukku adalah wajah
dan golongan darahnya. Sempat aku benci wajah ini karena tidak secantik Mamaku
yang putih dan menarik. Tapi sekarang aku syukuri.
Ayahku adalah yang terpintar di dalam
rumah. Semua pertanyaan yang kami lontarkan akan dia jawab dengan baik. Jika belum
bisa dijawab dia akan bilang ini adalah PR untuknya dan akan dijawab besok
setelah pulang bekerja. Aku masih ingat setiap hal yang dia ceritakan. Seperti selalu
meminta kami untuk banyak membaca buku. Dia bilang, dia bisa solat, tahu hukum
islam dan bisa bahasa inggris karena buku. Tidak ada satu orang pun yang
mengajarkannya. Dia baca ketika bekerja di kapal. Dia bilang, sekali merapat
harus satu buku yang diselesaikan.
Ayahku adalah suami Mamaku yang baik. Selalu
membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Setiap pagi dia akan bangun lebih
awal dari yang lain. Meminum air putih satu mop besar lalu mandi. Setelah itu
dia akan ada di dapur, membuat nasi goreng. Nasi yang dicampur garam dan
ditumis dengan bawang. Aku masih ingat, selalu protes dengan apa yang dia
masak. Aku ga mau sarapan. Bosan, nasi goreng lagi, nasi goreng lagi. Mana ga
ada rasanya yah. Langsung berangkat aja ya. Celetukku dengan kasar.
Makan gak kau. Ga usah kau berangkat kalau gak
sarapan. Ini ada teh ada susu. Masih juga kau mengomel, ga tahu kau masih ada orang
yang gak bisa ketemu nasi? Teriak ayahku.
Jika ini terjadi Mamaku akan bangun dan ikut
memarahiku. Makanlah Ade, pakai lauk tadi malam masih bisa, tak usah banyak kali
celotehmu itu. Balas mama sambil duduk di meja makan yang makanan dan air
tehnya sudah terhidang di meja. Aku terpaksa makan dengan buru-buru dan
berusaha melupakan rasa nasi goreng yang hambar. Tapi sekarang, nasi goreng itu
kurindukan.
Ayahku juga pahlawanku. Dulu waktu SD
aku selalu di bully. Aku punya kawan
sekelas yang jahat sekali. Anak tinggal kelas yang hobi mencontek. Jika contekan
tidak diberi, mereka akan menjitak kepalaku dan mempelintir tanganku dengan
keras. Suatu hari aku sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan dia. Aku pulang
lalu mengadu ke rumah. Aku duduk dipangkuan Ayah sambil bercerita dengan manja
perlakuan yang kudapatkan dari anak jahat itu. Ayahku hanya diam dan sesekali
melihat wajahku lalu menciumnya. Aku kira Ayahku hanya akan diam saja dan tak
memperdulikan ceritaku. Siapa sangka keesokan harinya dia datang ke sekolah dan
berbicara dengan wali kelasku. Lalu sewaktu kami keluar kelas, bertepatan
dengan Ayahku keluar dari kantor guru dan bertemu dengan anak jahat itu.
Jangan kau jitak lagi kepala si Ade ya, nanti ku
laporkan ke Bapakmu, aku kenal Bapakmu si Batu Bara itu. Mengerti kau!. Semenjak
itu, anak jahat tidak pernah lagi menggangguku. Kalaupun terpaksa mencontek,
dia akan meminta dengan lembut. Rindu sekali rasanya, jika sekarang ayahku
masih ada, pasti orang-orang yang membuatku sedih sudah dibasmi. Hehe.
Ayahku adalah guru yang baik. Setiap malam
setelah solat magrib dan makan malam, kewajiban kami adalah berkumpul di ruang
tengah. Jika ada PR dikerjakan saat itu dengan bimbingan ayahku tentunya. Kami berlima
belajar membaca dengan ayahku. Sebelum masuk SD kami sudah lancar membaca. Semua
berkat ayahku.
Mungkin abangku tertua yang paling
menderita. Aku masih ingat sewaktu dia mau masuk sekolah, setiap malam dia harus
menyetor hapalan perkalian. Jika salah, ayahku akan memukulnya dengan rotan panjang.
Terkadang dia menangis minta ampun, tapi sampai dia setua ini, dia yang paling
jago berhitung.
Sewaktu abangku SMP, ayahku
memasukkannya ke bengkel untuk bekerja paruh waktu. Setiap dia pulang sekolah,
ayahku akan memastikan dia pergi ke
bengkel untuk bekerja. Ketika magrib dia pulang, celana dan bajunya penuh
dengan oli yang melekat. Sering sekali mamaku bersedih dan memohon agar ayahku
menghentikan programnya, namun tak pernah berhasil.
Kakak perempuanku adalah yang anak yang
paling pintar di rumah. Dari SD sampai SMA selalu mendapatkan juara umum. Pernah
sekali Ayah dan Mamaku duduk berdua di ruang makan sambil mendengarkan suara
kakakku yang jadi presenter untuk
sebuah acara di mesjid. Mata Ayahku berbinar-binar sambil sesekali tersenyum
tipis.
Aku juga pernah begitu merasa bangga dan bahagia
ketika melihat ayahku dengan semangatnya menceritakan nilai raporku kepada
temannya yang kami temui di jalan. Ini Ade, anak ketiga. Dia ambil raport hari
ini, juara 1 dia di kelas. Rajin dia belajar di rumah. Cerita ayahku kepada
temannya. Mungkin jika sekarang dia masih ada, pastinya dia akan selalu
memujiku karena sudah mampu hidup dengan mandiri.
Aku
dan ayah hanya hidup bersama selama 13 tahun. Aku tidak sempat melewati
masa-masa remaja yang nakal bersamanya, masa-masa dewasa dan jatuh cinta,
masa-masa kuliah dan bekerja. Banyak hal yang mungkin tidak aku rasakan bersama
Ayah, namun 13 tahun itu cukup untuk membentuk pribadi yang kuat dan tangguh
seperti sekarang. Selamat hari Ayah Nasional, Ayah.
Comments
Post a Comment