Terima Kasih Untuk Perjuangan Selama 2020, Ade!!!

30 Desember 2020

Seperti biasa aku duduk di kursi dan menatap layar komputer yang sehari-hari menemani pekerjaanku. Aku lihat satu persatu barang-barang di meja kerja. Berantakan. 

Aku mengambil dan menyusun nota-nota di meja, sambil sesekali melirik printer di samping kiri dan kanan komputer. Sudah bertahun-tahun juga printer ini di sini, gumamku.

Kubuka laci kanan meja, ada banyak nota-nota kecil dan alat tulis yang berserakan di sana. Hmmm, harus dirapikan lagi.

Setelah itu aku duduk sambil menghela nafas, menyeruput kopi yang kuseduh sambil menikmati foto di layar komputer. Foto hutan pinus di Forest Cikole Bandung, yang ku ambil waktu liburan November 2018. Lama aku menatap foto itu sambil membawa pikiran kembali ke Bandung. Aah, adem rasanya.

Lalu kulempar pandangan ke jendela, seketika itu pikiranku tersadar, hanya sisa satu hari lagi sebelum pergantian tahun. Tak lama, memori di otak memaksa aku mengingat hal-hal apa saja yang sudah aku lewati di tahun 2020.

Awal tahun 2020, hidup begitu semarak dengan kehadiran sahabat baik yang masih berlibur di Batam. Kami berempat tak melewati hari tanpa bersenang-senang. Ke Singapura, ke Bintan, makan-makan, belanja, berkaraoke ria, ketawa terus setiap hari. Aku tahu masih ada sesuatu terganjal yang harus aku selesaikan, tapi kubiarkan dan terus saja menikmati kesibukan bersama mereka.

Februari 2020, orang-orang dipaksa untuk berinteraksi dengan keadaan baru. Kehilangan pekerjaan, ketakutan penyakit sampai tak bisa keluar rumah. Tapi dalam keadaan sempit seperti itu, aku masih sangat bersyukur masih bisa bekerja dan mempunyai penghasilan.

Maret 2020, sesuatu hal yang selama ini aku abaikan memaksa menyeruak sehingga menyesakkan dada. Aku tak bisa tidur pulas, makanan yang aku suka tak lagi membuat bahagia, kegiataan yang aku suka tak lagi terasa seru, ketawa di bibir tak lagi sampai ke hati. 

Setiap hari berantem dengan diri sendiri, bahkan untuk hal sekecil apapun. Kepala sering terasa sakit, tak tahu berapa banyak panadol yang aku minum. 

April 2020, keadaan makin runyam ketika masalah tak hanya sampai dengan penat berantem dengan diri sendiri. Di bulan ini bahkan aku bisa menangis tanpa sebab. Lagi makan bisa saja air mata mengalir. Tak tahu alasannya apa. 

Setiap hari aku memaki di twitter, menyesali perbuatan yang aku buat, memarahi manusia jahat yang turut andil melakukan kesalahan bersamaku. Di bulan ini juga pertama kalinya dalam hidup, aku berdoa dalam solatku agar seseorang menerima balasan setimpal dan merasakan sakit yang aku rasakan. Ya, aku berdoa untuk keburukan seseorang.

Mei 2020, aku memutuskan untuk mencari solusi atas hal yang aku hadapi. Di bulan ini, aku memutuskan untuk ke psikolog. 

Lama sekali aku meriset tentang hal yang aku hadapi. Artikel-artikel yang menurutku membantu, semua aku unduh dan baca. Rumah sakit yang menyediakan konsultasi psikolog, harga, sampai dokter yang aku kira cocok. Sementara itu, setiap hari aku mencoba menenangkan pikiran ini dengan menuruti semua kemauan kepala. Sakit? aku minum panadol, sedih? aku menangis, marah? aku lampiaskan di twitter, mau bersenang-senang? aku ajak teman-temanku makan atau karaoke. Hidupku mudah, tapi aku tak merasakan kemudahan. Setiap solat, aku menangis meratapi kegelisahanku, meratapi kehidupan yang aku rasa tak lepas dan bahagia.

Aku bertanya kepada Allah, buat apa manusia diciptakan kalau terus saja dikasi ujian dan kesedihan. Lalu aku kembali bertanya buat apa eksistensi aku di dunia ini jika setiap hari pasti ada masalah yang harus dihadapi. Buat apa aku hadir di dunia ini jika setiap hari pasti ada manusia lain yang mengganggu sedang aku tak pernah mengganggu.

Lama proses pikiran ini berlangsung.

Agustus 2020, aku ulang tahun ke 26. Makin membuat aku merasa kosong. Rasanya diri ini makin tak berguna. Insecure makin menjadi. Menyalahkan diri sendiri makin sering. Menangis sebelum tidur, waktu makan, waktu solat, waktu boker…

September 2020, aku putuskan untuk bertemu psikolog. Aku sudah tak peduli biaya yang harus aku keluarkan. Aku bergerak cepat, menghubungi teman-teman yang aku rasa bisa memberi masukan. Curhat ke orang-orang terdekat tentang hal yang aku rasakan. Termasuk makin sering curhat ke Allah dan bertekad, setelah ini mentalku harus kuat, aku harus berani dan aku harus bisa membela diriku sendiri.

Setelah itu, aku merasa hari-hari berikutnya menjadi semakin mudah. Aku tak lagi merasakan gejala seperti di awal tahun. Pikiranku menjadi semakin simpel. Hal yang tak bisa dikendalikan tak mendapat banyak porsi di kepala.

Perlahan-lahan, tidurku kembali nyenyak, bahagiaku sampai ke hati, ketawaku lepas dan makanku terasa enak.

Hidup bahagia terasa lebih menyenangkan. Ide-ide datang, tujuan hidup tampak lebih jelas, keinginan untuk terus berbuat hal positif dan meninggalkan orang-orang toxic dan berhati busuk juga akan aku lakukan sekarang.

Awal desember 2020, aku memutuskan untuk memaafkan banyak hal. Memaafkan diri sendiri dan orang-orang yang menyakitiku. Aku berharap, cara ini bisa membuatku makin bersemangat menghadapi tahun yang baru.

Aku buka kaca mata, lalu mengosok-gosok mata yang lelah. Lama aku menatap layar computer dan berfikir, kepada siapa saja aku harus berterima kasih.

.

.

.

Aku memejamkan mata dan terlintas di sana wajahku yang sedang tersenyum manis, terima kasih sudah bertahan dan berjuang Ade.

Kamu hebat, hebat sekali. Selamat menjalani tahun baru 2021 yang penuh semangat dan kerja keras. Ingat goal yang harus kamu capai. Lupakan hal-hal tak penting dan melangkah majulah.

Selamat tinggal 2020. Terima kasih sudah menjadi guru terbaik, tahun ini tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.


Comments

Popular posts from this blog

Abang Kelas Yang Aku Kagumi

Lelaki Terakhir Menangis di Bumi

Kenangan Bersama Ayah - Bagian 1