Pendidikan Seks Sejak Dini, Bagaimana Caranya?

Pendidikan Seks Sejak Dini, Bagaimana Caranya?

Masih teringat dibenak, kostum mainku waktu masih kecil. Hanya celana dalam dan singlet (kaos tanpa lengan) lalu pergi melanglang buana masuk ke semak mencari perkakas untuk masak-masakan, tanpa rasa malu dan tanpa rasa takut. Terkadang jika tidak main masak-masakan, aku dan Ori bermain karet gelang dan guli (kelereng) dengan tampilan yang nyaris telanjang.
Tentu saja hal itu terjadi saat aku masih sangat kecil, beranjak ke umur 10 tahun, aku sudah tak diijinkan mama berpenampilan seperti itu, malah sudah tidak boleh main peluk-pelukan lagi dengan Ori, teman baikku. Waktu itu mama tidak menjelaskan kenapa tidak boleh, tidak menjelaskan perbedaan tubuhku dan Ori, bagian tubuh mana yang harus dilindungi dari orang asing dan sebagainya. Bisa dibilang aku tak mendapatkan pendidikan seks sejak dini dengan cara yang benar.
Karena hal itu, aku masih sering mengabaikan larangan mama untuk menjaga jarak dengan teman laki-laki, masih tidak malu jika menyingkap rok setinggi paha ketika main karet gelang, masih acuh tak acuh dengan larangan mama yang tidak boleh memakai celana dalam waktu keluar dari kamar. Bodo amat, yang penting aku nyaman, begitu pikirku.
Beranjak remaja, mama semakin ganas dalam memberikan pendidikan seks. Aku tahu niat mama adalah memberi tahu anak perempuannya supaya bisa menjaga kehormatan, tapi menurutku cara tersebut meninggalkan bekas tersendiri buatku. Misalnya jika kakak perempuanku yang tua pulang waktu senja dan diketahui lewat kuburan, kalimat yang mama lontarkan begitu sadis, “kau pulang lagi senja-senja ya Tet, lewat kuburan yang sepi itu, diperkosa orang nanti puah sisih”. Tentu saja kami yang mendengar hal itu menjadi ketakutan sendiri, karena kata “perkosa” dalam benak kami adalah perlakuan yang kejam dan sadis serta bisa menghilangkan hal yang sangat berharga bagi perempuan, hanya itu yang kami ketahui.
Atau jika kami ngotot minta ijin untuk nginap di rumah teman kami dengan alasan untuk belajar. Mama melarangnya dengan hal-hal yang membuat kami ngeri, misalnya “dikangkangin orang kau tengah malam siapa yang mau tanggung jawab?”. Kalimat-kalimat seperti itu kerap kami dengar jika tetap ngotot untuk berkemah atau menginap di luar rumah.
Menurutku tidak ada informasi yang benar-benar bisa dijelaskan secara rinci oleh mama kepada kami tentang seks. Dalam pandangan mama, kata “seks” adalah aktivitas mesum dan seksual yang tidak boleh diketahui oleh anak di bawah umur seperti kami. Mungkin hal ini juga dialami oleh remaja lain. Karena pandangan seks bagi banyak orang hanyalah sebatas kegiatan mesum dan birahi.
Oleh karena itu, aku dan kakakku sebenarnya agak sedikit malas jika melihat atau membaca berita yang berhubungan dengan seksual. Soal hubungan intim apalagi kasus-kasus pelecehan dan pemerkosaan, itu akan menjadi berita yang akan kami lewatkan. Alasannya karena merasa ngeri, kalimat-kalimat mama berseliweran di kepala jika sudah menyangkut hal itu.
Belakangan melihat berita yang terjadi banyak kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Bukan main-main, pelakunya sendiri adalah orang terdekat. Menurut berita yang aku baca, ada 100 lebih kasus pelecehan seksual yang terjadi kepada anak dan ratusan kasus perkosaan lainnya. Belum lagi berita tentang banyaknya kasus aborsi yang terjadi. Menurut BKKN (https://harsanbaharuddin.wordpress.com/2018/01/14/88/) setiap tahun ada 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi di Indonesia. Hal ini kemungkinan terjadi karena pengetahuan masyarakat yang minin serta pendidikan tentang seks itu sendiri. Aku sendiri tidak bisa membayangkan kasus perkosaan yang menimpa anak di bawah umur dan selalu mengaitkan dengan kostum mainku waktu kecil. Apakah penyebabnya karena kostum main anak-anak yang biasanya memang terbuka.
Dengan maraknya berita-berita tersebut, aku dan kakakku sudah tidak bisa lagi mengabaikannya. Mengingat kakakku mempunyai dua orang anak perempuan yang akan tumbuh besar. Mereka harus diberikan pemahaman dan pendidikan seks yang benar agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Namun bagaimana caranya? Kami berdua sama-sama tahu, cara yang digunakan mama sama sekali bukan cara yang tepat.
Sebagai orang tua, pengetahuan kami memang masih minim mengenai hal ini. Saat ini, hal yang kami lakukan terhadap anak kami hanyalah membatasi jam mainnya di luar. Anak kakaku tidak dibiasakan main tanpa pengawasan, begitu juga dengan pakaiannya, tidak kami biasakan menggunakan pakaian terbuka seperti kostumku waktu kecil serta diajarkan untuk tidak terbiasa berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal.
Sambil berbenah, kami berharap akan banyak seminar-seminar tentang pendidikan seks yang bisa kami ikuti serta buku-buku yang bisa direkomendasikan untuk menambah pengetahuan tentang hal ini. Sebagai orang dewasa yang waras, sudah selayaknya kita peduli tentang pendidikan seks sejak dini agar kita bisa menjaga anak-anak kita dari hal-hal jahat di luar sana.



Note : 

1. Sejujurnya, masih minim sekali pengetahuan tentang pendidikan seks sejak dini. Mudah-mudahan pembaca bisa memberikan saran atau masukan serta kita bisa berdiskusi. 
2. Aku tidak menyalahkan mamaku, cara yang dia gunakan sukses membuat kami tidak berani mendekati pergaulan bebas sewaktu remaja. Mungkin teman yang lain ada pengalaman berbeda bisa share dong.
3. Akan ada tulisan lanjutan tentang topik yang sama berdasarkan pengalamanku. 
Stay tune :-* 


Comments

Popular posts from this blog

Abang Kelas Yang Aku Kagumi

Lelaki Terakhir Menangis di Bumi

Kenangan Bersama Ayah - Bagian 1